Search

Rabu, 11 Maret 2009

Raksasa, Faris Kelebihan Hormon Pertumbuhan

Raksasa, Faris Kelebihan Hormon Pertumbuhan


JEMBER | SURYA-Secara medis, Fajar Risky Firdausi alias Faris bisa masuk kategori gigantisme. Menurut dr Aris Prasetyo MKes, dosen fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember, pemuda berusia 17 tahun yang memiliki ukuran telapak kaki superbesar itu mengalami kelebihan produksi growth (pertumbuhan) hormon.
“Kalau melihat cirinya, ia memang kelebihan produksi growth hormon sehingga bisa menimbulkan gigantisme,” kata Aris kepada Surya, Rabu (11/3).
Seperti diberitakan, Faris memiliki ukuran telapak kaki superbesar –ukuran sepatunya 49– dan sempat tidak sekolah selama dua tahun. Alasannya, ia malu karena tubuhnya yang tinggi dan selalu kesulitan mencari sepatu untuk ukuran kakinya.
Faris adalah anak pertama pasangan Fathonah, 41, dan Latif, 45, warga Jalan Bedadung Gang Buntu, Desa Rambipuji, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember. Dia masih duduk di kelas II MTs (setara SMP) Kaliwining, Rambipuji. (Surya, 11/3).
Aris menambahkan, dalam proses pertumbuhan Faris ada epifisial plate yang belum menutup. Hal itu membuat tulang Faris terus memanjang sehingga membuatnya menjulang tinggi.
Dia menjelaskan, pertumbuhan atau pertambahan tinggi badan seseorang tergantung kepada epifisial plate pada tulang. Namun jika epifisial plate sudah menutup semua, maka pertumbuhan tinggi badan seseorang akan terhenti.
“Kalau sudah puber biasanya akan menutup sendiri. Kalau masih terus tinggi berarti epifisial platenya belum menutup semua,” imbuhnya.
Namun pada beberapa orang, lanjutnya, kasusnya tidak sama. Epifisial plate pada tulang seseorang akan menutup ketika masuk usia puber, namun ada juga yang tidak menutup sehingga tubuh terus menjulang tinggi.
Oleh karena itu, untuk memastikan kondisi hormon pertumbuhan Faris, Aris menyarankan agar Faris diperiksakan ke dokter. “Untuk mengetahui secara pasti, otak-nya juga perlu dilihat apakah ada tumor atau tidak,” ujarnya.
Sebab, pada penderita gigantisme, terkadang disertai tumor dalam otak. Namun untuk kasus Faris, Aris melihat, kondisinya tidak membahayakan. Pasalnya, Faris sudah melewati masa puber untuk seorang laki-laki.
“Kalau melihat umurnya sih tidak masalah, namun tidak ada salahnya jika orang tuanya memeriksakan ke dokter,” tegasnya.
Ditemui terpisah, ibu Faris, Ny Fathonah, menjelaskan, meskipun tinggi tubuh anak sulungnya itu berbeda dengan anak-anak lain seusianya, namun Faris tidak pernah sakit. “Hanya pernah satu kali, sakit tipes. Dari kecil hingga kini tidak pernah sakit dan tidak ada keluhan apapun,” ujar Fathonah.
Karenanya, ia menganggap kondisi anaknya normal seperti anak seusianya. Ia hanya heran dan bingung dengan ukuran kaki Faris. Pasalnya, tidak satupun toko di Kabupaten Jember yang menjual sepatu seukuran kaki Faris, ukuran 49.
Karena tidak ada sepatu dengan nomor itu, selama empat bulan terakhir Faris hanya mengenakan sandal jepit untuk ke sekolah. Untungnya, pihak sekolah memaklumi kondisi Faris. Hanya, teman-teman Faris kadang mengolok-olok tinggi badan Faris yang berbeda dengan anak-anak seusianya.
Tinggi badan Faris saat ini 185 cm, dengan nomor sepatu 49. Tentu saja dia menjadi murid paling tinggi di sekolahnya. Meskipun sering diolok teman-temannya, Faris menyatakan ingin lulus dan meneruskan sekolah hingga SMA. “Saya ingin cepat lulus dan ingin menjadi masinis,” ujar Faris. st9

Terang saja, ukuran sepatu sebesar itu tidak ada di pasaran. Bahkan, dalam empat bulan terakhir dia harus menggunakan sandal ke sekolah.

Pasalnya, sepatunya sudah rusak karena kekecilan dan ia belum menemukan gantinya. Untungnya, orangtuanya mendapatkan izin dari pihak sekolah, Faris boleh sekolah meskipun tidak menggunakan sepatu.

Fathonah, ibu Faris, bercerita bahwa selepas SD anaknya itu ngotot berhenti sekolah. Faris mengaku merasa minder dengan teman-teman sebayanya. “Untungnya, sekarang dia mau sekolah lagi, tapi karena lama enggak sekolah, ya sekarang masih di MTs,” kata Fathonah kepada Surya di rumahnya, Selasa (10/3).

Mendapat keluhan seperti itu, penjual nasi di Pasar Rambipuji ini terpaksa tidak bisa berbuat apa-apa. Ia khawatir jika terus dipaksa sekolah, Faris akan ngambek. Namun, dengan pendekatan berkali-kali, akhirnya si sulung dari dua bersaudara itu mau kembali ke sekolah meskipun harus menerima kenyataan sering diledek teman-temannya.

Ketika masuk sekolah, Fathonah dihadapkan pada persoalan seragam Faris, mulai baju hingga sepatu. Untuk baju, Fathonah masih bisa menjahit dengan ukuran khusus. “Kalau pakai baju dengan ukuran kita, jelas tidak cukup. Jadi, harus menjahit sendiri,” katanya.

Untuk baju bisa dicarikan solusi, tetapi tidak dengan sepatu. Ketika duduk di kelas I MTs, Fathonah masih menemukan sepatu yang cukup untuk kaki Faris. Itupun setelah ia menjelajahi semua toko di Pasar Tanjung, pasar induknya Jember. “Setelah muter-muter di Pasar Rambipuji dan toko-toko sepatu se-Jember tidak ada, untungnya saya menemukan sepatu ukuran 46 di Pasar Tanjung,” katanya.

Ukuran itu, kata Fathonah, sebenarnya masih kekecilan. Maka persoalan lain muncul, yakni sering rusaknya kaus kaki Faris.

Fathonah mengaku, seminggu sekali harus membelikan kaus kaki baru untuk sang anak. Jika tidak memakai kaus kaki, Fathonah harus rajin-rajin memijat kaki Faris karena mengeluh kesakitan. Untungnya Fathonah hanya dipusingkan ukuran tubuh Faris. Sebab, ukuran tubuh adik Faris yang masih duduk di bangku SD normal alias sama seperti teman-teman sebayanya.

Fathonah menuturkan, sejak lahir ukuran kaki Faris memang sudah superjumbo. Namun, keluarga tak mempermasalahkan karena pertumbuhan badan yang lain terbilang normal. “Sejak bayi, Faris sudah memakai sepatu ukuran anak TK,” katanya.

Rusak lagi

Empat bulan lalu sepatu Faris yang ukuran 46 rusak. Masalah baru muncul karena ukuran kaki Faris ternyata berkembang seiring bertambahnya usia. Fathonah pun makin pusing karena tak menemukan sepatu yang cukup untuk kaki anaknya. “Padahal, Pasar Tanjung sudah saya putari, tapi enggak nemu juga,” katanya. Keluarganya bahkan bergerilya hingga ke seantero Jember dan Surabaya, tetapi hasilnya nihil juga.

Pekan lalu kabar baik datang dari Karang Taruna Putra Bangsa Desa Kaliwining. Perkumpulan pemuda ini mempunyai bengkel sepatu dan bersedia membuatkan sepatu khusus untuk Faris. “Untungnya bisa, ukurannya nomor 49. Saya juga heran kok ukuran sepatu anak saya sebesar itu, berkembang dari nomor 46 ke nomor 49,” kata Fathonah.

Ketika Surya berkunjung ke rumahnya kemarin, Faris ikut nimbrung. Bahkan, belasan temannya juga memenuhi halaman rumahnya. Tahu Faris diwawancarai, mereka ada yang menggoda dengan olok-oloknya, ada pula yang beraksi seperti kamerawan sedang membidik narasumber berita. “Ayo Ris, tunjukkan sepatumu, tunjukkan kakimu,” pinta teman-temannya. Faris hanya tersenyum kecut, tidak menanggapi.

Kepada Surya, Faris mengaku senang bakal mendapat sepatu baru dari Karang Taruna Putra Bangsa. Ia berharap sepatunya segera rampung hingga bisa dipakainya ke sekolah. “Senang kalau nanti dapat sepatu baru. Saya malu di-gojloki (diolok-olok) terus sama teman-teman,” ujar penghuni kelas II-C.

Sepulang sekolah, biasanya Faris langsung ikut membantu kedua orangtuanya berjualan di warung nasi pecel di Pasar Rambipuji. Tak hanya di kampung, di pasar ini pun Faris kerap menjadi bahan pembicaraan, baik pedagang maupun pembeli. Faris mengaku capai diolok-olok terus. Ia berharap teman-temannya tidak mengejeknya terus.

Sementara itu, Bambang, penggarap sepatu ukuran ekstra itu, mengatakan, baru kali ini mengerjakan sepatu ukuran besar. Anggota Karang Taruna Putra Bangsa ini sengaja memilihkan bahan kain dan bentuk ukuran sepatu kets agar nyaman dan tidak panas saat dipakai Faris untuk sekolah kelak.

“Ini pertama kali saya membuat sepatu besar yang ukurannya dua kali ukuran sepatu orang dewas normal. Ya, mungkin dua hari lagi bisa rampung,” kata Bambang yang berharap Faris semakin rajin bersekolah hingga ke jenjang SMA. st9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar